Gourmetamigurumi.com — Upacara rambu solo merupakan sebuah ritual pemakaman yang asalnya dari provinsi Sulawesi Selatan, dan sudah di lakukan oleh masyarakat Toraja. Masyarakat sana sudah percaya, bahwasannya kematian sudah menjadi perpindahan seseorang dari dunia orang ke dunianya para roh ( biasa di sebut dengan Puya ). Sebab itulah, jenazah yang telah meninggal sebisa mungkin di perlakukan dengan istimewa oleh para keluarga mendiang.
Upacara ini memang di kenal sebagai penyempurnaan bagi orang yang telah meninggal, agar memiliki cap sudah tiada. Apabila ritual ini belum juga terpenuhi, maka orang yang meninggal akan mendapatkan perlakuan layaknya orang sakit. Di mana, jenazah ini masih di beri makan, minum, atau bahkan di baringkan di atas tempat tidur.
4 Tingkatan Upacara Rambu Solo
Di dalam tradisinya, kamu akan melihat 4 tingkatan yang mana sesuai akan strata sosial saat ingin melakukan pelaksanaan upacara rambu solo. Berikut ini adalah penjelasan singkatnya :
- DISSILI’ – pelaksanaannya bagi anak-anak yang belum memiliki gigi, atau bisa juga untuk mereka yang kedudukannya di nilai paling rendah.
- DIPASANG BONGI – pelaksanaannya termasuk umum bagi masyarakat, karena hanya akan di laksanakan selama 1 malam saja.
- DIGOYA TEDONG – pelaksanaannya memiliki kedudukan bangsawan atau golongan menengah. Upacara ini biasa di lakukan dalam kurun 3 hingga 7 hari, dan jumlah kurbannya bervariasi. MUlai dari 3 sampai 7 ekor kurban.
- RAPASAN – pelaksanaan terakhir di nilai paling tinggi, karena biasanya terdiri atas bangsawan kelas tinggi. Itu semua lantaran, jumlah korban dari sembelihannya bisa mencapai 100 ekor dan akan berlangsung sebanyak 2 kali selama 1 tahun.
Prosesi Acara dari Upacara Rambu Solo
Dalam ritualnya terdapat 2 proses yang bisa dilakukan, yakni : proses pemakaman dan pertunjukan seni. Nah, prosesi ini akan di lakukan dalam 1 upacara, tidak terpisah dan berlangsung dalam jangka waktu 3 hingga 7 hari. Tempat pelaksanaannya adalah di tengah kompleks rumah adat Tongkonan. Dalam pelaksanaannya, pemakaman ini akan di bagi lagi menjadi beberapa bagian.
- Di kenal dengan Ma’Tudan Mebalun → yang mana nantinya jenazah akan di bungkus oleh kain kafan oleh pemimpin upacara, atau biasa di panggil dengan “ Tomebalun “.
- Di kenal dengan Ma’Roto → proses menghias peti jenazah dengan menggunakan hiasan benang emas hingga perak.
- Di kenal dengan Ma’Popengkalo Alang → ini merupakan penurunan jenazah ke tempat persemayamannya.
- Di kenal dengan Ma’Palao → merupakan tahapan terakhir atas pengantaran jenazah ke kompleks pemakaman.
Mengenai pertunjukan kesenian dalam upacara bukan memiliki tujuan untuk memeriahkan acara, melainkan sebagai sebuah bentuk penghormatan bagi yang telah meninggal. Kesenian yang di maksud ialah sebuah pertunjukan, yang meliputi adanya adu kerbau dan penyembelihannya. Setelah kerbau selesai di arak, maka selanjutnya akan mulai di tebas menggunakan parang dengan satu kali ayunan saja.
Makna dari Pelaksanaan Upacaranya
Arti atau makna daripada upacara rambu solo ialah jangan terlalu bergantung pada kekayaan yang ada di duniawi. Salah seorang tokoh masyarakat di sana mengatakan bahwasannya, semua harta yang mendiang miliki pada akhirnya akan di kembalikan pada masyarakat. Penyembelihan kerbau maupun babi, akhirnya akan di bagikan ke masyarakat sekitar dan ini sudah menjadi cerminan utama pada upacaranya.
Selain itu, nilai-nilai yang ada di dalamnya juga menggambarkan seperti apa masyarakat Toraja itu. Kurang lebih, masyarakat di sana selalu mengedepankan rasa tolong menolong, kekeluargaan, hingga gotong royong yang tinggi. Tanpa melakukan upacara ini, maka orang yang di tinggalkan bisa saja mendapat kesialan. Sebab itu, sampai saat ini masyarakat Suku Toraja masih menjalankan ritual tersebut.
Komentar Terbaru